Tuesday, August 10, 2010

Cita-cita

"rani mau jadi guru. rani juga mau jadi dokter. rani juga mau jadi diplomat. Tapi rani nggak mau cuma jadi itu. Sayangnya rani nggak tau, nggak cuma jadi itu tuh jadi apa lagi."

rani sudah bilang kalo rani susah memikirkan masa depan. Kenapa ya. Entah kenapa rani rasa harus tulis ini lagi. Nggak bisa hilang, rasa nggak enak gitu deh nggak ngerti rani, biarpun rani bilang ke rani nggak papa tapi rasanya dunia bilang ke rani nggak boleh, rani harus punya tujuan gitu. Tapi nggak bisa.

Bermimpi, salah. Maksudnya, punya impian itu rasanya pantangan. Nggak tau ya. Kalo sebelumnya rani pikir itu karena memang susah nyari tujuan, nyari cita-cita. Ternyata rani salah. Itu boong deh kayaknya. Nyari cita-cita itu nggak susah. Tapi masalahnya adalah rani penakut. rani takut cita-cita rani bukan cita-cita yang melampaui kesadaran bahwa manusia bakal mati. rani bakal mati. rani nggak mau punya cita-cita yang nggak melampaui kesadaran bahwa rani nanti mati, karena menurut rani cita-cita yang kayak gitu adalah cita-cita yang nanggung. Cita-cita yang bukannya membuat rani jadi orang yang hebat, tapi malah menjadi pembatas diri.

Nggak ngerti ya. Anggaplah. rani bercita-cita untuk menjadi seorang astronot. Di masa depan, rani menjadi astronot. Padahal, rani bisa nggak cuma jadi astronot. rani jadi astronot, orang yang membuat roketnya, menggaji seluruh pegawai dan profesornya, mempublikasikannya ke dunia, sekaligus menjadi istri dan ibu yang baik. Tapi, karena cita-cita rani adalah menjadi astronot, yang rani tanamkan di diri rani secara sadar, dunia menurut dan membiarkan rani jadi astronot. Saja. Menurut rani, itulah yang terjadi kalau rani memiliki cita-cita yang nanggung. Tapi pada saat yang sama, rani nggak bisa membiarkan cita-cita rani tergeletak secara tidak spesifik. Seperti masuk surga. Atau bahagia dunia akhirat. Karena rani ralat, itu bukan cita-cita. Itu hadiah dari pencapaian cita-cita rani, insyaAllah. Tuhan Maha Adil, kalau cita-cita rani tidak tercapaipun bukan tidak mungkin rani masih mendapat hadiah atas perjalanan rani menggapai cita-cita.

Berimpian, bermimpi, bercita-cita (yang istilahnya bolak-balik rani gunakan dengan tidak konsisten tapi anggaplah hal ini maksudnya sama) yang seperti rani idamkan tadi, masih belum bisa rani cari. Kenapa? Karena rani takut. Takut apa rani belum ngerti sebenernya. Takut kalah sama realita? Takut kalah sama waktu? Takut kalah sama sistem? Takut sama norma? Opini orang-orang? Atau takut sama... takdir?

Jadi, ketakutan rani akan hal apapun tadi, membuat rani takut cita-cita rani bukan cita-cita yang melampaui kesadaran bahwa rani bakal mati, dan membuat rani belum bercita-cita.

Yang pada akhirnya membuat rani bingung apakah itu hal yang buruk atau malah baik.

No comments: